Friday, March 2, 2018

Puisi untuk Braga

No comments

Dua puisi ini hasil interpretasi lagu-lagu Beranda Rumah Mangga (Braga). Salah satu grup band di Kotamobagu.

Puisi interpretasi lagu "Di Kedai Ini":

JANJI

Menunggu, satu kata yang terlalu karib dengan cinta. Seperti malam ini, mataku tersimpul di ujung jalan. Menit demi menit, tapi semua paras yang hadir tampak asing. Selain dirimu, yang lain hanyalah kosong.

Aku menunggumu, di kedai dengan secangkir kopi yang kusesap berjeda harap. Aku mengadu kepada bulan pucat di langit. "Apakah seperti ini rindu serigala kepadamu?"

Langit malam berganti-ganti rupa. Bintang gemintang jatuh satu demi satu. Tapi tak ada satu pun yang menyebut namamu. Aku mulai ragu, kau memang tak akan pernah datang.

Aku berpikir harus mengirim pesan kepadamu, 'tuk bertanya kesekian kali. Tapi aku malu kepada lampu-lampu yang sedari tadi tersipu-sipu. Apalagi, janji tak perlu dikutuk berkali-kali. Cukup sekali.

Kereta api, 2017

Puisi interpretasi lagu "Patah Menjadi Air Mata".

RESI

Seorang resi dengan mata diitari alit gulita, bersila di atas embun. Matanya tak pernah terbuka lagi, tapi ia mengenal seribu warna. Bermacam cuaca yang melukiskan warna-warni itu sedari masa kecilnya.

Matahari pernah membuat rambut saljunya kering seperti ranting. Patah hanya oleh desau angin. Membikin bulir air matanya mengalir dan mencipta telaga biru.

Layung pada setiap kali senja lingsir di punggungnya yang kerap getir. Tapi derita hidup per lahan mengubah raganya menjadi logam. Bertahan seperti garis-garis tangan dalam genggam.

Barangkali, seorang resi ditakdirkan sendiri. Agar bisa ruah berbagi. Pada tanah yang menumbuhkan rerumputan dan cendawan. Atau pada telinga-telinga yang mampu menangkap sunyi.

Kamar mandi, 2017

No comments :

Post a Comment