Rutinitas keseharian kita membentuk opini bahwa apa yang kita lakukan selalu tentang repetisi, keberulangan dari kemarin, hari ini, besok. Dan kembali hari ini akan menjadi kemarin setelah kita tetapkan ia menjadi besok juga ketika kemarin. Untuk skala tahunan, bulanan, mingguan, kita terlalu sulit untuk merunutkan apa yang telah kita kerjakan secara berulang-ulang itu. Dan untuk itulah aku lebih mengecilkan skalanya---dalam hitungan hari.
Senin: Hari Senin adalah hari dimana kita kembali beraktifitas dari libur kerja, kuliah dan sekolah. Libur Sabtu-Minggu bagi yang mempunyai jadwal lima hari kerja. Dan untuk yang berjadwal enam hari kerja, mungkin mereka ini yang paling membenci hari Senin. Tak terlepas para anak kuliahan dan sekolahan. Tapi sebenarnya, ada pertanyaan yang seringkali terjulur dari mulutku, kenapa kita harus membenci hari Senin. Padahal harusnya fisik tubuh kita kembali berotot menjadi Superman setelah beristirahat dari rutinitas itu (dengan sedikit akting merobek baju atasan agar terlihat huruf 'S'nya lalu membusungkan dada). Senin, harus aku namai apa hari ini. Atau kita yang terlalu memumeti hari Senin, karena menjadi pangkal awal hari untuk kita mengeja hari-hari berikutnya. Baiklah, untuk hari Senin, aku sepakat menjulukinya 'Monster Day'. Kalau disusutkan bisa jadi ejaan dalam bahasa inggris Monday---akronimnya. Monster Day yang harus Superman kalahkan.
Selasa: Dengan sedikit lega karena Senin yang telah terlewatkan, kita menapaki hari ini dengan menghitung juga, tinggal tiga kali berjinjit, lalu kita kembali menemui hari libur lagi. Baru hari kedua kerja, tapi hitungan itu cukup menghibur selama kita menganggap tiga hari kedepan itu sesuatu yang singkat. Untuk mereka yang enam hari menjalankan rutinitas kerja, kuliah dan sekolah, Selasa masih belum terlalu melegakan mereka. Tapi setidaknya di hari ini, ada hal yang seharusnya dibereskan di hari kemarin, maka kita coba rampungkan di hari ini. Sepertinya hari Selasa banyak memberi arti bagi kita, untuk tetap fokus dengan hari ini, lupakan Monster Day kemarin yang telah terkalahkan, dan terus saja melenggang dengan semestinya. Pasti hari-hari berikutnya akan dilalui dan berlalu begitu saja. Maka hari Selasa aku maknai 'Selaksa'.
Rabu: Ini juga hari yang tepat untuk kita terus berpikir positif, selalu seimbangkan kehidupan. Karena posisinya memang di tengah-tengah, maka hari ini juga semakin membuat kita memaknai hari-hari kemarin. Yang kemarin, dan yang akan datang, adalah sesuatu yang sudah dan akan kita jambangi lagi. Maka untuk hari ini tak perlu terburu-buru, tetap santai berada di posisi tengah. Dan untuk hari Rabu aku warnai 'Abu-Abu'. Sebuah komposisi warna di antara hitam dan putih. Di tengah. Dan menyeimbangkan.
Kamis: Kita mulai berbenah, untuk hasil akumulasi dari hari-hari kemarin. Posisi ini sangat melegakan, apalagi buat yang hanya enam hari kerja. Rasanya seperti tumisan bumbu masakan ibu-ibu yang sudah mulai matang, pun kumis bapak-bapak mulai dielus-elus karena kerjanya mulai rampung, tinggal mari bersantap makan. Kita sudah terlalu lelah dengan yang kemarin. Dan repetisi di sini akan hadir lagi seperti kumis-kumis yang tumbuh kembali setelah dicukur. Dan untuk hari ini aku tempeli dengan nama hari 'Kumis'.
Jumat: Ah, di hari Jumat ini, hari yang begitu agung bagi umat Islam, banyak yang suka melumat kalimat religius, lalu memuntahkannya di status---saling bersikut-sikutan di recent updates BBM. Pun di sosmed (sosial media) seperti Facebook dan Twitter. Tapi sudahlah, itu salah satu bentuk keintiman mereka dengan Tuhan. Keintiman lewat untaian kata-kata di status. Sepertinya terlalu banyak yang merayakannya seperti itu, jadi membosankan juga. Mungkin, hari Jumat lebih tersakralitaskan ketika apa yang sudah kita lalui kemarin, kita jinjing ke rumah Tuhan, tanpa ketahuan orang-orang, hanya kita sendiri, dan Dia yang tahu. Seperti kamu ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga kepada Ibu---senyap---dan membuatnya terharu. Maka kuhadiahkan hari ini dengan sapaan 'Mother Day'. Ibu dari segala hari. Dan ibu yang selalu mengingatkan kita, lupakan amal-amal baikmu. Tak perlu kau rayakan dan diarak-arak. Semakin semarak, semakin tak layak disebut amal baik meski banyak.
Sabtu: Meloncat girang, atau tidur hingga siang menjelang malam. Dan bagi yang masih tetap beraktifitas seperti biasanya. Tetap meloncat karena besok mari menemu Minggu. Di hari ini tak perlu menunggu. Kerjakan saja apa yang harus dirampungkan. Dan sisanya tak perlu menggerutu. Hanya berpikir, malam nanti kita bertemu kekasih, atau menonton semalam suntuk, lalu keesokannya seharian tidur bermalas-malasan. Malamnya pun hanya milik kita. Bahkan kamu enggan berbagi dengan Si Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Hanya kamu dan Sabtu. Maka Sabtu harus kulebeli dengan hari Cerutu. Hari dimana tak perlu cemberut, tak usah menggerutu, tapi mari menyulut Cerutu Kuba. Pesta.
Minggu: Zzzz...
Lalu Monster itu datang lagi...
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Senin: Hari Senin adalah hari dimana kita kembali beraktifitas dari libur kerja, kuliah dan sekolah. Libur Sabtu-Minggu bagi yang mempunyai jadwal lima hari kerja. Dan untuk yang berjadwal enam hari kerja, mungkin mereka ini yang paling membenci hari Senin. Tak terlepas para anak kuliahan dan sekolahan. Tapi sebenarnya, ada pertanyaan yang seringkali terjulur dari mulutku, kenapa kita harus membenci hari Senin. Padahal harusnya fisik tubuh kita kembali berotot menjadi Superman setelah beristirahat dari rutinitas itu (dengan sedikit akting merobek baju atasan agar terlihat huruf 'S'nya lalu membusungkan dada). Senin, harus aku namai apa hari ini. Atau kita yang terlalu memumeti hari Senin, karena menjadi pangkal awal hari untuk kita mengeja hari-hari berikutnya. Baiklah, untuk hari Senin, aku sepakat menjulukinya 'Monster Day'. Kalau disusutkan bisa jadi ejaan dalam bahasa inggris Monday---akronimnya. Monster Day yang harus Superman kalahkan.
Selasa: Dengan sedikit lega karena Senin yang telah terlewatkan, kita menapaki hari ini dengan menghitung juga, tinggal tiga kali berjinjit, lalu kita kembali menemui hari libur lagi. Baru hari kedua kerja, tapi hitungan itu cukup menghibur selama kita menganggap tiga hari kedepan itu sesuatu yang singkat. Untuk mereka yang enam hari menjalankan rutinitas kerja, kuliah dan sekolah, Selasa masih belum terlalu melegakan mereka. Tapi setidaknya di hari ini, ada hal yang seharusnya dibereskan di hari kemarin, maka kita coba rampungkan di hari ini. Sepertinya hari Selasa banyak memberi arti bagi kita, untuk tetap fokus dengan hari ini, lupakan Monster Day kemarin yang telah terkalahkan, dan terus saja melenggang dengan semestinya. Pasti hari-hari berikutnya akan dilalui dan berlalu begitu saja. Maka hari Selasa aku maknai 'Selaksa'.
Rabu: Ini juga hari yang tepat untuk kita terus berpikir positif, selalu seimbangkan kehidupan. Karena posisinya memang di tengah-tengah, maka hari ini juga semakin membuat kita memaknai hari-hari kemarin. Yang kemarin, dan yang akan datang, adalah sesuatu yang sudah dan akan kita jambangi lagi. Maka untuk hari ini tak perlu terburu-buru, tetap santai berada di posisi tengah. Dan untuk hari Rabu aku warnai 'Abu-Abu'. Sebuah komposisi warna di antara hitam dan putih. Di tengah. Dan menyeimbangkan.
Kamis: Kita mulai berbenah, untuk hasil akumulasi dari hari-hari kemarin. Posisi ini sangat melegakan, apalagi buat yang hanya enam hari kerja. Rasanya seperti tumisan bumbu masakan ibu-ibu yang sudah mulai matang, pun kumis bapak-bapak mulai dielus-elus karena kerjanya mulai rampung, tinggal mari bersantap makan. Kita sudah terlalu lelah dengan yang kemarin. Dan repetisi di sini akan hadir lagi seperti kumis-kumis yang tumbuh kembali setelah dicukur. Dan untuk hari ini aku tempeli dengan nama hari 'Kumis'.
Jumat: Ah, di hari Jumat ini, hari yang begitu agung bagi umat Islam, banyak yang suka melumat kalimat religius, lalu memuntahkannya di status---saling bersikut-sikutan di recent updates BBM. Pun di sosmed (sosial media) seperti Facebook dan Twitter. Tapi sudahlah, itu salah satu bentuk keintiman mereka dengan Tuhan. Keintiman lewat untaian kata-kata di status. Sepertinya terlalu banyak yang merayakannya seperti itu, jadi membosankan juga. Mungkin, hari Jumat lebih tersakralitaskan ketika apa yang sudah kita lalui kemarin, kita jinjing ke rumah Tuhan, tanpa ketahuan orang-orang, hanya kita sendiri, dan Dia yang tahu. Seperti kamu ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga kepada Ibu---senyap---dan membuatnya terharu. Maka kuhadiahkan hari ini dengan sapaan 'Mother Day'. Ibu dari segala hari. Dan ibu yang selalu mengingatkan kita, lupakan amal-amal baikmu. Tak perlu kau rayakan dan diarak-arak. Semakin semarak, semakin tak layak disebut amal baik meski banyak.
Sabtu: Meloncat girang, atau tidur hingga siang menjelang malam. Dan bagi yang masih tetap beraktifitas seperti biasanya. Tetap meloncat karena besok mari menemu Minggu. Di hari ini tak perlu menunggu. Kerjakan saja apa yang harus dirampungkan. Dan sisanya tak perlu menggerutu. Hanya berpikir, malam nanti kita bertemu kekasih, atau menonton semalam suntuk, lalu keesokannya seharian tidur bermalas-malasan. Malamnya pun hanya milik kita. Bahkan kamu enggan berbagi dengan Si Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Hanya kamu dan Sabtu. Maka Sabtu harus kulebeli dengan hari Cerutu. Hari dimana tak perlu cemberut, tak usah menggerutu, tapi mari menyulut Cerutu Kuba. Pesta.
Minggu: Zzzz...
Lalu Monster itu datang lagi...
Powered by Telkomsel BlackBerry®