SEEKOR ayam jantan sebagai penanda arah mata angin bertengger di atas atap gereja yang mengerucut. Bangunan Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIBM), diklaim sebagai gereja GMIMB tertua di Bolmong.Sudah direnovasi sebelumnya, tapi tidak meninggalkan kesan "purba" yang masih melekat, di bangunan gereja. Hanya dilakukan pengecatan, perbaikan kaca-kaca jendela, juga atapnya yang telah diganti genteng. Tapi ornamen-ornamen lainnya tetap dipertahankan.
Pendeta Mawara Wawointana, yang dipercayakan menjadi pimpinan umat kristiani di gereja tersebut, bertutur tentang sedikit sejarahnya."Di penanda arah mata angin, yang berbentuk ayam jantan, tercantum tanggal peresmiannya. Tapi setahu saya, menurut sejarah, dua hari sesudah tanggal yang tercantum di situ, tanggal peresmiannya," cerita pendeta perempuan ini, saat ditemui di kediamannya, yang letaknya tak jauh dari bangunan gereja. Dari penuturannya, tanggal yang tercantum 23 Maret 1923, sedangkan menurut yang ia ketahui, peresmiannya tepat 25 Maret 1923.Pendeta Mawara juga menjelaskan soal perawatan gereja tersebut. Ada tiga orang yang menjadi kastor, bertugas menjaga kebersihan di lingkungan gereja."Ada yang namanya kastor. Mereka bertugas menjaga kebersihan. Untuk renovasi seperti pengecatan, jemaat-jemaat turut membantu pula. Terakhir direnovasi tahun lalu," sampainya.
Bangunan gereja tersebut, diperkokoh oleh susunan kayu cempaka yang terbilang cukup awet dan tahan dimakan jaman. 1923 hingga 2014, sejak tahun peresmiannya. Gereja ini telah 91 kali turut merayakan Natal."Pakai kayu cempaka, jadi memang tahan. Bisa dihitung hingga tahun ini, sejak peresmiannya, sudah berapa tahun gereja ini turut merayakan Natal," kata pendeta.Meski usianya yang hampir menyentuh seabad, gereja tersebut masih menjadi pilihan beberapa mempelai untuk melakukan prosesi pernikahan."Untuk liturgi atau peribadatan sudah menggunakan gereja yang di sampingnya. Kalau pernikahan, ada sebagian mempelai memilih menggelar prosesi pernikahan di situ, karena tertarik dengan sejarahnya," terangnya.
Mendekati perayaan Natal, Pendeta Mawara turut mengucapkan selamat merayakan Natal dan Tahun Baru 2015. Ia pun berharap kerukunan antar umat beragama di Bolmong terus terjaga.
Selain itu ada pula gereja tertua di salah satu desa di Bolmong. Seminggu yang lalu, keluarga Kolintama di Desa Otam Kecamatan Passi Barat, Bolmong, menemukan surat-surat tulisan tangan, yang menjawab tentang sejarah pembangunan Gereja Immanuel di desa mereka.78 tahun yang lalu, di hari perayaan Natal kedua 26 Desember 1936. Sekira 200 undangan menghadiri acara pentasbihan Gereja Immanuel di Desa Otam. Kala itu, seorang misionaris asal Belanda, Pendeta Kristen Protestan W Dunnebier yang diutus khusus di wilayah Passi dan sekitarnya, meresmikan sebuah gereja yang hingga kini masih berdiri kokoh.Seorang saksi sejarah, yang menjadi generasi penerus Gereja Immanuel Otam, Pendeta Matius Kolintama, di usianya yang ke-71, menarik ingat dan berkisah."Baru saja seminggu lalu, peti yang berisi buku-buku ayah saya, ditemukan surat-surat dengan tulisan tangan, yang dibungkus dengan kain. Surat-surat itu masih ditulis dengan pena yang memakai tinta celup. Jadi tebal dan tipis goresan tinta sangat kentara. Surat-surat itu menjawab pertanyaan-pertanyaan kami keluarga, selama puluhan tahun," kisah Opa Matius. Ingatannya masih segar meski di usia senjanya. Cara ia bertutur, seperti menarik penyimak kembali ke masa lalu."Kakek saya, Abraham Kolintama adalah penganut Kristen Protestan yang pertama di Desa ini. Di surat itu pula, dituliskan tahun pembaptisan mendiang ayah saya Justuf Kolintama dan adiknya Dortje Simbala," tuturnya. Di tahun 1910 keduanya dibaptis. 16 tahun sebelum peresmian gereja."Pendeta Dunnebier usai peresmian, kembali ke Belanda. Rumah pendeta dulu di Desa Passi. Di perbatasan Desa Passi dan Bilalang. Di Passi ada juga gereja, tapi sekarang sudah dijadikan gedung BPU. Saya tahun tujuh puluhan, sering memimpin kebaktian di Desa Passi. Jadi
dari Desa Otam jalan kaki. Pernah diguyur hujan, hanya berpayung daun talas yang dipetik di pinggir jalan," cerita Opa, dengan gestur tubuhnya.
Jumlah penganut Kristen di Desa Otam hingga sekarang, tersisa tiga kepala keluarga (KK).
"Ada juga dua duda. Total keseluruhan ada dua puluh dua orang. Di tengah ribuan muslim di Otam. Tapi kerukunan antar umat beragama di sini terus terjaga. Setiap hari Minggu masih rutin digelar kebaktian di gereja," sampainya, Senin (15/12) kemarin.
Opa Matius menjadi pendeta dari 1968 hingga 2011. Untuk jabatan Ketua Jemaat Gereja Immanuel, sekarang generasi yang dipercayakan meneruskannya adalah Dra Astri Roeroe Kolintama, yang sekarang menetap di Kelurahan Kotobangon Kecamatan Kotamobagu Timur.
"Setiap minggu, saya dan keluarga rutin ke Desa Otam. Menggelar kebaktian juga di Gereja Immanuel," terang Astri saat dihubungi lewat telepon.
Setelah pamit kepada Opa, wartawan koran ini masih menyempatkan diri bertandang ke Gereja Immanuel. Lonceng tuanya menggantung diam. Hanya di hari Minggu, jemaatnya datang meramaikan gereja dengan kidung-kidung pujian. Lalu loncengnya pun menggema.