Pernikahan adalah fase terumit dari manusia. Kenapa saya mengatakan rumit? Sebab hidup sejalan dengan orang lain tentunya hal yang sulit. Kita harus berbagi makanan, uang, bahagia, sedih, dan malu. Saking rumitnya banyak yang gagal. Termasuk saya.
Tepat 4 November dua kawan baik saya memilih menapaki fase itu. Salah satunya Pasra Hidayat Mamonto atau Eges. Ia kawan wartawan, ketika di Radar Bolmong, periode 2015.
Satu hal yang paling lucu ialah saat mengingat nama depannya. Pasra. Konon saking inginnya anak perempuan, setiap kelahiran, orangtuanya kerap berharap, agar yang lahir bayi mungil nan cantik. Namun saat kelahiran ketiga atau keempat (saya lupa), bayi laki-laki ini terlahir.
Ayah dan ibunya memilih pasrah. Kemudian ia dinamai: Pasra (tanpa h) Hidayat. Hidayat mungkin diambil dari kata "hidayah", yang bisa jadi sebagai bentuk hormat atas ketetapan Tuhan, bahwa manusia memang memiliki keterbatasan. Tidak bisa memilih jenis kelamin.
Sewaktu menjadi wartawan, saya sering menemui Eges dengan ketekunannya di sudut kantor. Ia bisa membikin belasan berita selama beberapa jam, melebihi kami. Maklum, ia wartawan yang sedang naik daun dan disenangi para pejabat kala itu.
Karirnya cukup gemilang, ia bisa gonta-ganti ponsel pintar hanya selang dua atau tiga bulan. Mungkin itu semua bayaran setimpal, atas kerja kerasnya meringkus kata "sepakat", untuk setiap kontrak atau advetorial.
Ada tiga hal yang sama antara saya dan Eges. Kami memiliki banyak uban. Kendati punyanya lebih banyak. Itu pertanda pekerja keras, mungkin. Rambut sampai menua lebih awal. Berikut, kami sama-sama anak bungsu. Dan terakhir, saya dan Eges sama-sama anak yatim.
Eges cerewet. Apalagi ketika mabuk. Ia juga dikenal berdarah cecak--sebutan untuk orang yang cepat mabuk. Tapi seiring waktu, Eges mulai menempatkan diri. Ia telah mengurangi asupan alkohol dan memperbanyak minum susu. Sampai akhirnya, tabungannya telah penuh, dan Eges memilih menikah di bulan ini.
Mungkin benar, kawan, jika orangtuamu senang dengan anak perempuan, kenapa bukan kalian yang mewujudkan itu? Semoga dikaruniai bayi perempuan mungil nan cantik. Biar ayahmu yang telah lebih dulu berpulang tersenyum di sana, pun ibumu yang semoga diberi kesehatan, agar masih bisa menunggu dan memeluk cucunya.
Kalau yang lahir nanti laki-laki, jangan sekali-kali memikirkan nama: Terserah. Tidak lucu jika anakmu bernama panjang: Terserah Pasrah Pada Hidayah Tuhan.
Ah, selamat menikah, kawan ...
No comments :
Post a Comment