Aku menyukai aroma pakaianmu yang belum terlalu kering karena cuaca desa di punuk bukit. Melepaskannya satu demi satu. Lalu kilatan kulitmu yang bersih menyergap mataku.
Aku memuja caramu memelukku, pipimu yang menempel dibibirku, dan lengan kirimu yang menggenggam rahasiaku. Napas kita saling memburu pintu surga, hingga keringat di lehermu mengalir tenang dan hangat.
Aku tak akan melupakan bagian tubuhmu yang membuatmu meringis ketika kujamah. Setiap kali menyentuh itu, kau mendorong tubuhku kemudian merenggutnya kembali ke dadamu. Seperti aku akan pergi lagi untuk berkelana.
Kau bulan sekaligus matahari yang menerangiku. Aku sebelumnya tak pernah berpelukan sembari memandangi purnama, hanya denganmu dari balik jendela kamarku. Kita menyerap energi malam itu bersama, kemudian bersanggama serupa gerhana.
Thursday, June 20, 2019
ILYTTMAB
Rindu
Dari jarak ini kita belajar, rindu bisa menjalar menembus belukar tak perduli apa yang menghalangimu meski benteng berakar. Tapi, ia bisa tertahan di langit-langit kamar. Di sanalah langit masih menyediakan ruang untuk kita melesat terbang. Kita bisa singgah duduk sejenak di atas awan, bernaung pada langit yang rindang sambil menggelitik jejak-jejak yang hampir pudar.
Saturday, June 8, 2019
Saturday, June 1, 2019
Kampung
Apa arti sebuah kampung bagi kalian? Bagi saya, kampung adalah sebaik-baiknya tempat liburan.
Lebaran tahun lalu, saya tak sempat pulang kampung. Selain karena tiket yang mahal dari Jayapura ke Manado, saya tertantang ingin merasakan suasana lebaran jauh dari kampung. Tahun lalu, itu kali pertama. Tahun ini, saya pulang.
Apa yang membuat kalian merindukan kampung? Bagi perantauan yang masih memiliki sepasang orangtua, atau mungkin ibu, pasti akan menjawab: masakan ibu. Jawaban lain, mungkin bagi yang sudah berkeluarga pastinya merindukan keluarga. Atau sekadar rindu bersenda-gurau dengan kawan-kawan.
Saat pulang ke kampung, saya biasanya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Satu-satunya sangkar termewah yang, melebihi kenyamanan hotel berbintang lima. Hanya di rumah, kita dilayani dengan kasih sayang. Hanya di rumah, kita bebas makan tanpa ditodong tagihan. Hanya di rumah, kita merayakan tidur dan bangun dengan merdeka, tanpa cemas setiap kali gajian akan ditagih mama kos.
Saat di rumah, orangtua akan menghargai tidurmu. Mereka sadar, kamar kita adalah surga yang ditinggalkan sekian tahun. Apalagi, ketika kita tak perlu khawatir dengan pekerjaan karena cuti. Dipan jadi buaian.
Tapi selalu ada kisah sentimental dalam setiap kepulangan. Kawan-kawan yang telah bernisan. Kerabat yang mangkat. Sesekali ada keakraban yang terasa hilang direbut ingatan. Saya orang yang payah untuk menahan sedih ketika mengingat mereka. Lebih-lebih mereka yang berpulang, sedangkan saya tak pulang.
Memang, media sosial bisa menjadi penawar rindu sesaat. Atau malah sebaliknya, hanya membuat kita semakin dilecut rindu. Pasti di antara kalian, ada yang pernah coba menyusuri kampung dengan Google Street View, setiap kali perasaan rindu merundung. Saya sering. Coba memindai aspal jalan yang pernah beradu dengan tempurung lutut kita, tanah lapang hijau yang kerap riuh dengan perayaan, deretan rumah yang kita kenali, dan pojok-pojok yang tertanam tabung kenangan.
Beruntunglah kita yang masih bisa pulang ke kampung ketika lebaran. Sebab saya pernah merasakan sedih sesedih-sedihnya sedih, ketika lampu-lampu botol berjajar di halaman rumah, kemudian takbir menggema di mana-mana. Di saat itulah kita seolah-seolah percaya, bahwa bacaan komik atau tontonan kartun Doraemon, bisa benar-benar ada.
Terhormatlah mereka ketika lebaran, atau mereka yang setiap kali hari raya keagamaan berhalang pulang. Sungguh, kerinduan kalian akan kampung halaman, adalah tabungan kebahagiaan yang tak ternilai. Pelukan kalian dengan orangtua dan kerabat, kelak menjadi teramat istimewa.
Minal Aidin wal Faizin. Selamat menyambut Idulfitri 1440 hijriah. 🙏🏾
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)