"If you tell a big enough lie and tell it frequently enough, it will be believed."
Kalimat itu dikutip dari Walter Langer, seorang psikoanalis kelahiran Boston Selatan, Amerika Serikat, dari ayah dan ibu imigran Jerman. Ia pernah menganalisis karakter atau mental Hitler, dan membukukannya. Arti dari kalimat itu kurang lebih seperti ini, "Jika Anda berbohong cukup besar dan cukup sering, kebohongan tersebut akan dipercaya."
Pernyataan itu menggambarkan tentang illusory truth effect atau efek kebenaran ilusi. Ini adalah sebuah fenomena seperti kebohongan yang diucapkan berkali-kali kepada seseorang, kemudian orang tersebut pada akhirnya percaya bahwa itu sebuah kebenaran.
Seperti di hari-hari ini, kita kembali menemui janji-janji kampanye jelang Pilkada Serentak 2024. Orang Papua punya istilah sendiri untuk orang yang suka menebar janji: hambur madu. Tentu saja, saat kampanye berbagai program disampaikan para paslon. Hambur madu di sana sini, hampir di setiap panggung. Bahkan sampai di panggung-panggung yang tidak semestinya.
Salah satu program yang riuh di kampanye Pilkada Bolmong, keluar dari moncong pasangan Limi Mokodompit dan Welty Komaling. Mereka berdua diusung oleh partai berlambang banteng, PDIP. Dan programnya tidak main-main, paslon ini berjanji akan memberikan satu ekor sapi bagi satu kepala keluarga (KK) di Bolmong, jika terpilih nanti sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bolmong. Hambur sapi!
Apakah janji itu [berpotensi menjadi] sebuah kebohongan?
Mari kita kuliti mulai dari kepala. Pertama, jika satu ekor sapi ini untuk satu KK, maka jumlah KK di Bolmong ada 85.673 sesuai informasi yang diakses dari Satudata Bolmong milik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Untuk harga bibit sapi dari berbagai jenis dan variasi ukuran, yang paling standar berada di kisaran Rp10 juta ke atas. Kita pakai patokan harga Rp10 juta saja. Jika 10 juta dikalikan jumlah KK 85.673, maka hasilnya mencapai Rp856.730.000.000 miliar.
APBD 2024 yang telah disetujui DPRD dan Pemkab Bolmong sebesar Rp1.094.397.401.079. Bandingkan dengan anggaran Rp856.730.000.000 miliar untuk program sapi yang dijanjikan paslon tersebut. Bahkan jika dikurangi setengah pun dengan mematok harga satu ekor sapi Rp5 juta, angka Rp400 miliar ini masih terbilang besar untuk menangani satu program saja. Apalagi anggaran tersebut baru pengadaannya, belum pada pendampingan, pengembangbiakan, penanganan penyakit dan lain sebagainya. Kalau untuk membeli royco atau masako rasa sapi, satu miliar saja mungkin sudah bisa mendapat stok tahunan setiap KK. Mar ini satu ekor sapi. Keode!
Kedua, tidak semua masyarakat berbakat menjadi peternak sapi. Bakat yang saya maksud di sini, sebagian besar masyarakat Bolmong terdiri dari petani dan nelayan. Apakah mereka ini juga disasar oleh program sapi tersebut, sebab hitungannya setiap KK? Jika dalam satu dusun ada satu kelompok tani yang diberikan bantuan sejumlah bibit sapi, dan bantuannya bagi wilayah yang ideal untuk peternakan sapi, mungkin masih masuk akal. Kemudian untuk sektor lain, ada program-program tertentu juga sesuai jenis usaha.
Tidak mungkin kan, nelayan diberi bantuan ternak sapi? Kalau alasannya bisa buat usaha sampingan, eh, hele mopiara ayam atau bebek satu ekor laste di blanga ngoni rampa, apalagi ini sapi? Kalau mau dipotong buat dijual dan dijadikan modal, lalu apa guna program yang katanya buat menggenjot produksi ternak sapi di Bolmong?
Ketiga, program tersebut kerap disandingkan dengan program-program terkait sapi di beberapa daerah yang diklaim sukses. Misal, program SMS PISAN (Sapi Manak Setahun Sepisan) di Banyuwangi? Padahal, program Pemkab Banyuwangi itu untuk penanganan gangguan reproduksi. Tujuannya agar sapi dapat bereproduksi secara maksimal lalu produktivitasnya meningkat.
Dinas Pertanian dan Pangan setempat mendampingi para peternak, yang reproduksi sapi milik mereka bermasalah. Sapi-sapi ini diberi hormon, mineral, dan obat-obatan yang dirancang untuk mendukung kesehatan reproduksi sapi indukan. Selain itu, ada program inseminasi buatan atau kawin suntik pada sapi. Ini juga membantu peternak mengembangbiakkan sapi dengan cepat. Sejumlah program ini memang ada yang berhasil, tapi ada juga yang gagal.
Tapi apakah suksesnya program itu pantas disamakan dengan rencana pemberian satu ekor sapi untuk satu KK? Yang satu adalah bantuan yang dikhususkan bagi para peternak sapi, pendampingan, dan penanganan masalah reproduksi, sedangkan satunya lagi adalah janji pengadaan satu ekor sapi untuk setiap KK, yang bahkan angka anggarannya hampir menyentuh total APBD 2024.
Pada ekornya, janji ini dinilai sangat tidak rasional. Janji kampanye ini berpotensi menjadi sebuah kebohongan. Bahkan meski sudah dirinci anggarannya dan memang sangat tidak masuk akal, serta masih dalam bentuk sebuah janji, hambur sapi ini tetap dipercayai sebagian orang karena berulang kali disampaikan.
Orang-orang yang telah mengetahui sebuah kebohongan, atau tahu bahwa hal itu berpotensi menjadi sebuah kebohongan tapi mengabaikannya, mungkin adalah orang-orang yang memang sengaja diternak oleh penguasa untuk dikendalikan dengan tali moncong.