Begitu nikmatnya ketika kita membuka mata di kala pagi, dan disambut dengan kemuning cahaya mentari di punggung pegunungan dan hijau hamparan persawahan. Menghidu aroma sejuk yang menebal di udara, dan telinga yang dihibur kicau burung-burung mencicit di desir angin pagi. Maka nikmat Tuhan manalagi yang kamu dustakan di keadaan seperti itu?
Yah, sampai di suatu hari, seorang sahabat yang mempunyai cita-cita yang kurang lebih sama mengabariku lewat SMS. "Sigidad, kami berencana mendirikan rumah belajar di sana, lokasinya di desa Moyag, dan satunya lagi di desa Bakan. Nanti kita ketemuan untuk membicarakannya."
Mimpi itu terwujud sudah. Setelah perjumpaan yang singkat di rumahnya, rencana kami itu akan coba dirampungkan setelah segala urusan perkuliahannya selesai. Beberapa orang teman kuliahnya yang berasal dari Makassar melakukan riset di lingkar tambang di desa Bakan, dan akhirnya tugas mereka pun selesai dan waktunya untuk mereka kembali ke Makassar.
Setelah sebelumnya diajak keliling-keliling kota Manado hingga menyempatkan diri menyelam di keindahan taman laut dan terumbu karang pulau Bunaken, akhirnya bandara Samratulangi menunggu mereka untuk membawa mereka kembali pulang. Misi selesai sudah.
Setelah itu, di rumah saudaranya yang menjadi tempat kami menginap sementara, tepatnya di tepi kolam ikan yang letaknya di halaman belakang rumah, ide segar itupun tiba-tiba benderang di atas kepala kami. Satu kata telah ditemukan, Saung. Dan setelah itu kata kedua, Layung. Dan sisanya kami mencuri judul bukunya Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik.
Jadilah sebuah nama untuk rumah belajar kami "Saung Layung Arus Balik". Dan tanpa disengaja, "Saung" itu mengidentikkan dengan tempat rumah belajar itu sendiri, yakni desa Bakan yang memang sebuah wilayah yang dikelilingi area persawahan dan terdapat beberapa saung di setiap hamparan persawahan. Dan kata "Layung" yang jika di desa Moyag, di kala sore hari, maka warna kuning kemerah-merahan di ufuk barat Kotamobagu akan terlihat begitu indah dari sana.
Apa sebenarnya yang menggerakkan hati kami untuk mencoba mendirikan rumah belajar yang orientasinya memang bukan hanya untuk anak-anak putus sekolah, pun dengan metode belajar yang berbeda dari sekolah formal?
Kami hanya ingin agar dada anak-anak ini tak berdebar takut kala malam hari, tersebab pekerjaan rumah mereka yang belum selesai, atau dengan mata pelajaran yang membuat mereka pusing keesokan harinya. Tapi kami ingin supaya dada mereka bergemuruh tak sabar menanti esok hari, karena pelajaran-pelajaran itu mereka sukai dan dinanti-nantikan. Keajaiban masa kanak-kanak tak boleh direbut oleh pekerjaan rumah yang menumpuk dan mata pelajaran yang memusingkan.
Nak, ambil penamu dan menulislah sesuka hatimu. Corat-coretlah lembaran putih itu, gambarlah apa saja yang terlintas di imajinasi kalian, lalu namai sesuka hati kalian. Dan tanyailah kami apa saja, sebab kami akan coba menjawab dengan bahasa yang kalian tahu.
***
Kemarin kami menyempatkan diri mengunjungi desa Bakan dan bertemu dengan kepala desa di kediamannya. Respon yang mulia itu tertutur haru dengan diijinkannya kami menempati salah satu ruangan di bangunan sekolah dasar. Karena waktu mengajar kami sore hari, maka tak menggangu aktivitas belajar mereka.
Terima kasih pak kepala desa...
Sedangkan untuk lokasi di desa Moyag. Kebetulan akses di sana pun cukup merangkul kami.
Ah, tak sabar menunggu saat mulai mengajar itu tiba. Apapun yang menyoal kemanusiaan, terlebih itu mengenai pendidikan, seperti kata Pram, "Pendidikan untuk mengagungkan kemanusiaan."
Setelah ini, mungkin aku berniat ingin membukukan pengalaman-pengalaman mengajar kami nantinya. Dan untuk teman-teman yang tergerak hatinya ingin turut berpartisipasi dengan kami. Ringankan langkah kalian demi mencerdaskan generasi Nusantara.
Saung Layung Arus Balik. Tuhan tahu apa yang ada di benak kami. Dengan niat yang tulus, maka setelah itu yang ada hanyalah kata, "Mari berbuat!"