Akhir usia bukan rahasia. Kita bisa memilih, bahkan saat ini, untuk mengakhirinya. Sama seperti ketika seorang perawan menyayat nadinya di gubuk, karena tak ingin diperkosa puluhan tentara. Siapa yang berhak mengadilinya, lantas mengatakan pilihan bunuh diri semacam itu dosa?
Bagi mereka yang cemas ketika usia beranjak tua, orang-orang seperti itu menghabiskan waktunya sepanjang hari di depan cermin. Paras adalah ukuran, seperti diajarkan kitab-kitab langit bahwa kita akan kembali muda dan menarik, ketika berada di surga kelak.
Sama seperti Tuhan, yang digambarkan dengan berbeda-beda paras sejak dulu kala, sebelum agama-agama langit membumi. Selalu saja, wujudnya direkatkan dengan paras yang elok. Padahal kecintaan tak melulu soal paras.
Jika ada orang-orang yang terlahir di salah satu suku pedalaman berkulit cokelat dan bermata kuning, yang tak pernah tahu di dunia luar sana ada beragam corak kulit, maka wujud Tuhan yang akan mereka imajinasikan tentunya berwarna cokelat dan bermata kuning.
Apabila mereka menggambarkan wujud Tuhan sebagai hewan, maka mereka akan memilih salah satu hewan di sekitar mereka, yang pernah mereka lihat. Dan selalu saja, yang dipilih adalah yang terbaik. Karena itu, sudah naluriah manusia untuk terbiasa mengingkari wujud yang berubah, yang menjadi renta dan ringkih. Manusia gemar bermimpi untuk menjadi Tuhan.
Hari ini, tepat berpijak di usia 35 tahun, tinggal butuh 15 tahun lagi untuk bisa mengetahui rahasia langit. Masa ketika sakit semakin sering menjenguk kita, dan mengingatkan bahwa kita hanya sehelai ruh yang menunggu luruh.
Selain menua, sakit adalah hal yang paling ditakuti manusia. Padahal sakit membuka celah untuk kita bisa melihat lebih dalam, ada sifat paling mulia yang kita miliki yaitu ketabahan. Sifat yang disemai oleh harapan. Dan sakit menyuburkannya.
Jangan pernah menyesali sakit dan mengingkari tua. Apatah artinya hidup, jika tidak melalui proses kehidupan itu sendiri? Fisik bisa rengsa, tapi tidak dengan jiwa. Semakin menua, jiwa kita semakin kaya. Tetap pertahankan imajinasi kekanak-kanakan, sebab hal itu tak butuh kedewasaan.
Dan, karena hidup hanyalah mimpi sebelum kita akhirnya mati dan terbangun, maka mari rayakanlah hari raya usiamu, meski hanya dengan sebatang mimpi yang menyala terang.
Cheerrrsss!
No comments :
Post a Comment