Sejauh mana samudra kauarungi? Pulang membawamu pada puncak sebuah bukit. Di sana ada tangan siap memijat punggungmu, tempat di mana sebuah jangkar pernah tertancap, dan menahanmu di lautan bertahun-tahun.
Di kabut pagi, hening kerap membawa ketukan di jendelaku. Senyummu kemudian tergaris di antara cahaya malam. Ada angin yang merayap di sekujur tubuhku ketika melihatmu siap-siap memanjat takdir yang aku pun tak pernah menyangkanya hadir.
Namun selalu ada tingkahmu yang membuatku bertanya-tanya: seperti apa dirimu? Kau bisa menjadi serigala bertaring penuh darah, tetapi bisa sekejap berubah menjadi seekor kucing lucu dengan kibasan ekormu mengelus punggung lenganku.
Di saat semua membara, kita bisa saling mengutuk dan mengancam. Lalu candamu serupa bongkahan es yang diletakkan di ubun-ubunku. Dan amarah seketika memudar menjadi tawa. Kau selalu berhasil mencuri angkuhku, lalu melemparkannya jauh-jauh.
Aku kadang mengumpati pekerjaanmu karena kerap memeras keringatmu. Namun aku kadang kagum pula dengan kegigihanmu akan hari esok yang lebih cerah. Kau selalu menepis mendung hadir di atas kepalamu, dan melawannya berkali-kali dengan jas hujan murahmu.
Cinta memang aneh. Meski ia hanya bertepuk sebelah tangan, tetapi ia selalu menghadiahiku rasa cukup. Iya, cukup dengan mencintamu aku benar-benar tahu, bahwa Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakan aku.
No comments :
Post a Comment