Sepanci ubi ditanak lunak
Mendidih jadi siap disantap
Itu sebelanga ubi dan kasih Ibu
Di atas bara dan abu tundra
Raganya belum mau ringkih
Seraya menggelung rambut
Ibu menghitung putih, berharap abadi
Ia masih ingin mencabuti ubi, bukan rambut putih
Sepanci ubi....
Ibu selalu tahu, Robbi
Kita di dunia terjatuh dan terkapar
Kemudian menjalari bumi
Tak ada sesal apalagi kesal
Meski, Huh! Acap kali terlontar
Rupamu yang kekal, mengemasi ucap caci dan benci
Lalu menanamnya di sudut kebun
Sepanci ubi milik ibu
Ia selalu mau berbagi
(Thanks Mother and Sigimom, puisi ini terpilih untuk dibukukan oleh Garasi 10 Bandung, Dedikasi Untuk Ibu, "Mom, The First God That I Knew" (https://m.facebook.com/events/228604620646748?view=permalink&id=234596690047541&_rdr) \m/(˘̶̀⌣˘̶́҂)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Mendidih jadi siap disantap
Itu sebelanga ubi dan kasih Ibu
Di atas bara dan abu tundra
Raganya belum mau ringkih
Seraya menggelung rambut
Ibu menghitung putih, berharap abadi
Ia masih ingin mencabuti ubi, bukan rambut putih
Sepanci ubi....
Ibu selalu tahu, Robbi
Kita di dunia terjatuh dan terkapar
Kemudian menjalari bumi
Tak ada sesal apalagi kesal
Meski, Huh! Acap kali terlontar
Rupamu yang kekal, mengemasi ucap caci dan benci
Lalu menanamnya di sudut kebun
Sepanci ubi milik ibu
Ia selalu mau berbagi
(Thanks Mother and Sigimom, puisi ini terpilih untuk dibukukan oleh Garasi 10 Bandung, Dedikasi Untuk Ibu, "Mom, The First God That I Knew" (https://m.facebook.com/events/228604620646748?view=permalink&id=234596690047541&_rdr) \m/(˘̶̀⌣˘̶́҂)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments :
Post a Comment