Hari masih menyembulkan matahari dari balik gunung Ambang setiap paginya. Sama halnya dengan chat-chat yang terus menyembul dari kolom BBM, setiap, pagi, sore, malam, jam, menit, bahkan detik. Ada yang menarik, tulisan edisi kedua Kronik Mongondow, menyoal Akper Totabuan terpacak satu persatu-satu.
Si mahasiswi Nova Soputan yang konon asalnya dari Ratahan, Mitra, terus di-bully di media sosial. Bahkan para pem-bully rasa-rasanya ingin menumpahkan lahar dari muntahan letusan gunung Soputan, hanya untuk memuaskan nafsu tonteek-nya.
Mayoritas pem-bully memang, sebab Mongondow selalu nyaman dengan tonteek dan pololeke. Tapi, kenapa yang mayoritas selalu menjadi patokan, untuk kita menilai adab sosial?
Publik Mongondow, pada akhirnya tersesat di paradoks logika Kota Kreta si filsuf Epimenides (abad ke-6 SM). Ia berkata, "Semua orang Kreta pembohong!" yang jika pernyataan itu benar maka ia berbohong, sebaliknya jika itu salah maka ia benar. Kenapa saya korelasikan dengan si Mahasiswi Vs Publik Mongondow?
Publik Mongondow memeras otak untuk mem-bully Nova. Padahal yang mereka lakukan, secara tidak langsung membombardir keluhuran adab Mongondow itu sendiri. Atau sudahlah, ada berapa dari kalian yang pernah keluar kota, lalu pernah menjawab asal Manado saat ditanyai? Semoga alam bawah sadar, juga memori jangka panjang Anda masih mengingat (hayo ngaku). Selanjutnya, kenapa bully kalian tak nampak, saat anggota DPRD Kotamobagu, senang berleha-leha di Bali?. Yang lebih parahnya, Nova yang notabene dari suku lain, dipaksa untuk mengaku Mongondow. Salahkah? jelas ada paradoks logika meski berbeda konteks dengan Epimenides.
Pemirrrrsaaaa.... (Sambil meniru garau suara Karni Ilyas, presenter Indonesia Lawyers Club). Apa salahnya juga, jika ke-120 mahasiswa/mahasiswi Akper Totabuan itu, ingin berleha-leha di acara Dahsyat? Sesudah penat dengan tetek-bengek praktek? Atau bisa jadi, senyum Raffi di pagi hari bisa menambah semangat mereka.
Dikabarkan Radar Bolmong, mahasiswa-mahasiswi ini diberangkatkan 28 Februari 2015. Lalu praktek terhitung sejak 2 Maret hingga 15 April 2015 nanti.
Selain itu, mereka juga melakukan penelitian untuk karya tulis ilmiah. Sebab, itu menjadi salah satu syarat mereka untuk menamatkan studi mereka di Akper Totabuan.
Menyoal kejijikkan salah satu anggota DPRD Sulut. Saya mungkin lebih jijik dengan, keberangkatan enam anggota DPRD Kotamobagu yang tergabung dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yang konon ke Bali dalam rangka menghadiri acara Musyawarah Nasional (Munas), namun diduga-menyaru-menggunakan dana APBD.
Kenapa bukan mereka yang di-bully? Geram ini salah sasar. Sepele. Atau mungkin publik tengah keasyikan berpesta di Sky Garden. Ha-ha-ha-ha....
Saya semalam mendengar rekaman gemuruh teriak mahasiswa/mahasiswi Akper Totabuan. Studio Dahsyat bergetar saat mereka meneriakkan, Akper Totabuan!!!!! Bukan Akper Manado.
Si mahasiswi Nova Soputan yang konon asalnya dari Ratahan, Mitra, terus di-bully di media sosial. Bahkan para pem-bully rasa-rasanya ingin menumpahkan lahar dari muntahan letusan gunung Soputan, hanya untuk memuaskan nafsu tonteek-nya.
Mayoritas pem-bully memang, sebab Mongondow selalu nyaman dengan tonteek dan pololeke. Tapi, kenapa yang mayoritas selalu menjadi patokan, untuk kita menilai adab sosial?
Publik Mongondow, pada akhirnya tersesat di paradoks logika Kota Kreta si filsuf Epimenides (abad ke-6 SM). Ia berkata, "Semua orang Kreta pembohong!" yang jika pernyataan itu benar maka ia berbohong, sebaliknya jika itu salah maka ia benar. Kenapa saya korelasikan dengan si Mahasiswi Vs Publik Mongondow?
Publik Mongondow memeras otak untuk mem-bully Nova. Padahal yang mereka lakukan, secara tidak langsung membombardir keluhuran adab Mongondow itu sendiri. Atau sudahlah, ada berapa dari kalian yang pernah keluar kota, lalu pernah menjawab asal Manado saat ditanyai? Semoga alam bawah sadar, juga memori jangka panjang Anda masih mengingat (hayo ngaku). Selanjutnya, kenapa bully kalian tak nampak, saat anggota DPRD Kotamobagu, senang berleha-leha di Bali?. Yang lebih parahnya, Nova yang notabene dari suku lain, dipaksa untuk mengaku Mongondow. Salahkah? jelas ada paradoks logika meski berbeda konteks dengan Epimenides.
Pemirrrrsaaaa.... (Sambil meniru garau suara Karni Ilyas, presenter Indonesia Lawyers Club). Apa salahnya juga, jika ke-120 mahasiswa/mahasiswi Akper Totabuan itu, ingin berleha-leha di acara Dahsyat? Sesudah penat dengan tetek-bengek praktek? Atau bisa jadi, senyum Raffi di pagi hari bisa menambah semangat mereka.
Dikabarkan Radar Bolmong, mahasiswa-mahasiswi ini diberangkatkan 28 Februari 2015. Lalu praktek terhitung sejak 2 Maret hingga 15 April 2015 nanti.
Selain itu, mereka juga melakukan penelitian untuk karya tulis ilmiah. Sebab, itu menjadi salah satu syarat mereka untuk menamatkan studi mereka di Akper Totabuan.
Menyoal kejijikkan salah satu anggota DPRD Sulut. Saya mungkin lebih jijik dengan, keberangkatan enam anggota DPRD Kotamobagu yang tergabung dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yang konon ke Bali dalam rangka menghadiri acara Musyawarah Nasional (Munas), namun diduga-menyaru-menggunakan dana APBD.
Kenapa bukan mereka yang di-bully? Geram ini salah sasar. Sepele. Atau mungkin publik tengah keasyikan berpesta di Sky Garden. Ha-ha-ha-ha....
Saya semalam mendengar rekaman gemuruh teriak mahasiswa/mahasiswi Akper Totabuan. Studio Dahsyat bergetar saat mereka meneriakkan, Akper Totabuan!!!!! Bukan Akper Manado.
No comments :
Post a Comment