Friday, September 27, 2019

#BebaskanDandhy

No comments

Dandhy Dwi Laksono bagi kami bukan hanya seorang teman, abang, atau sesama jurnalis yang pernah sama-sama bernaung di organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Ia melampaui itu. Bukan pula guru. Meski ia banyak mengajarkan kepada kami tanpa pamrih. Mungkin bila dipanggil guru, ia akan menepisnya. Dandhy memang terlalu rendah hati untuk kita tinggikan.

Dandhy, bagi saya, sudah memikirkan matang apa yang dikerjakannya selama ini. Terjun menjadi jurnalis yang kerap menyuarakan akar rumput, memang harus ikut menjadi rumput. Diinjak-injak, atau bahkan dikeringkan lalu dibakar. Risiko menjadi seperti Dandhy, memang ditanggung oleh setiap jurnalis. Sudah banyak jurnalis yang dibunuh karena berita. Dipukul, diintimidasi, diteror, dan segala rintang jika kita hendak menyuarakan kebenaran. Di negeri ini, orang benar memang kerap masuk daftar hitam para pembesar.

Kita telah belajar sejarah. Di belahan dunia, orang-orang yang memperjuangkan nasib rakyatnya dan kemanusiaan akan selalu berakhir di terungku. Bahkan bapak-bapak bangsa kita menjadikan penjara serupa kamar sewa. Hatta, sampai dibuang ke Boven Digoel. Dikelilingi nyamuk-nyamuk malaria pemangsa nyawa. Ia bertahan. Tapi tidak bagi Marco Kartodikromo, jurnalis yang dibuang Belanda ke Boven Digoel karena tulisan-tulisannya yang kritis. Mas Marco, panggilannya, meninggal di kamp pembuangannya itu pada 1932. Malaria menyesap ruhnya.

Seperti juga tokoh-tokoh itu, Dandhy telah sadar betul risiko profesinya. Memang, tak ada berita seharga nyawa. Tapi aral selalu ada. Baik ketika berbalut mantel profesi atau tidak. Bukan hanya kami, jurnalis. Tapi bagi siapa saja yang berdiri bersama orang-orang kecil, akan selalu dihardik oleh penguasa. Tengoklah tudingan kepada Dandhy. Dugaan sementara karena cuitannya soal Papua. Saya mencoba memindai beberapa unggahannya tentang kejadian di Papua baru-baru ini. Semua berdasarkan fakta yang telah diberitakan oleh media.

Dandhy, tak akan seceroboh itu membikin celah. Argumennya dan apa yang selalu ia utarakan berdiri kokoh. Saya tahu betul kehati-hatiannya. Apalagi setelah perangkap pasal-pasal karet telah diberlakukan. Saya sempat menulis status belum lama ini, tentang sebagian kawan yang memilih meninggalkan media sosial, karena semakin rentannya media sosial dijadikan perangkap oleh penguasa. Perisai kita hanyalah fakta. Itu saja.

Apa yang diunggah Dandhy soal Papua, mungkin hampir semuanya seragam dengan apa yang diunggah oleh sebagian banyak orang Papua, dan mereka yang memperhatikan Papua. Seandainya itu dipidanakan semua, maka penjara akan penuh oleh kasus yang sama. Sayangnya, pelapor Dandhy bernama Asep Sanusi ini, memang sudah menyasar baik siapa targetnya. Mungkin bagi pembenci Dandhy, Alpha yang ditaklukkan akan membuat lebih mudah meredam nyali kawanannya. Sama seperti penangkapan sejumlah aktivis pro-West Papua. Pun para aktivis KNPB yang ditangkapi satu demi satu. Mereka ini, bernyali sama dengan Dandhy. Mereka sangat tahu apa yang mereka hadapi.

Namun, Dandhy tak pernah memilih menjadi Alpha. Ia tak punya kawanan. Tapi ia memiliki banyak kawan. Sama seperti para pembela Papua lainnya. Mereka ada dan berlipat ganda!

No comments :

Post a Comment