Di masa cuti dua pekan ini, saya memiliki banyak waktu luang dan energi untuk sekadar berbual-bual di media sosial. Untuk itu, saya masih mau meladeni akun-akun pengecut yang berlindung di balik ketiak sapi.
Akun-akun ini bermunculan ketika saya mulai mengkritik program sapi dari salah satu paslon. Program yang menurut saya menginjak-injak akal sehat rakyat Bolmong, bahkan seorang kawan ASN yang tahu jelas pos-pos anggaran mengatakan kepada saya, program itu entah duitnya dari mana. Mau lima tahun berjalan, janji satu KK satu ekor sapi itu tak akan kunjung tunai. Mereka saja tidak bisa menarasikan atau membuat simulasi anggaran soal itu.
Deretan status saya di FB soal program tali sapi, eh, satu ekor sapi itu sengaja ditangkap layar kemudian dibagikan di berandanya akun mangkubi'. Mengata-ngatai saya, menyerang personal, pun sebaris komentar-komentar yang tahu sendiri, kalau lagi kesal, apa saja ditumpahkah begitu saja oleh pendukung fanatik.
Selama mengunggah status atau foto-foto di beranda FB, yang saya arsipkan (bukan hapus) setelah 1x24 jam, saya memang fokus ingin menguliti program sapi ini. Paslon lain tidak pernah saya sebut namanya, atau berusaha berkampanye tentang mereka. Lagi pula saya ini jurnalis, pantang memihak seorang paslon, kalau ditemui versi-versi wartawan yang bisa memihak, barangkali mereka memang bakatnya jadi timses daripada wartawan. Coba cari produk jurnalistik saya yang partisan. Kalau pun ada membanding-bandingkan visi misi dengan paslon lain, iya, karena lucu jika ada paslon yang berkoar-koar soal program sapi, tapi malah paslon lain yang punya visi misi di sektor peternakan dan menyebut soal ternak sapi.
Seseorang berkomentar, kalau kritikan saya tidak usah diambil pusing, karena saya cuma tahunya tidur. Mungkin dipikirnya saya ini tidak punya pekerjaan, karena hanya berdiam diri di rumah saja. Pekerjaan saya lumayan menyenangkan di salah satu media di Papua, dan karena saya bebas ke mana saja maka kantor juga virtual. Saya bisa kerja di dapur, dari atas pohon, di kolam belakang rumah, atau di kamar tidur sambil berbaring menghadap laptop, dan syukur digaji UMP Papua.
Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui siapa sosok di balik akun bodong ini. Akun aslinya jelas berteman dengan saya. Dugaan lain, ada orang lain yang membantu menangkap layar lalu mengirim kepadanya. Tapi saya lebih yakin, orang ini berteman dengan saya di FB. Setelah membanding-bandingkan akun aslinya dengan yang bodong, karakteristik penulisannya, dan sedikit ilmu kanuragan kami sebagai jurnalis, saya tahu persis siapa dia. Segera saya menghapus pertemanan dengan akun aslinya. Sampah atau limbah seperti ini, memang cocok dienyahkan dari beranda kita.
Ternyata, selain tidak berbakat menjadi intel, orang ini juga tidak tahu membalas budi. Padahal dulunya, dia pernah diberi atap agar tidak tersengat terik matahari atau kehujanan, oleh orang yang kerap dia jatuhkan. Mungkin karena itulah--karmanya--bagian atap kepalanya juga mulai kosong seperti otaknya.
Menyoal program sapi, sesudah saya berbicara panjang lebar tentang program ini, seorang kawan dengan baik hati mengirimi saya daftar visi misi setiap paslon. Saya lalu membacanya, dan lucunya, seperti yang saya katakan di atas, tidak ada program sapi yang tercantum dalam poin-poin visi misi bahkan yang menyebut sektor peternakan. Justru dari paslon lain yang mempunyai program soal sektor peternakan, dan menyebut ternak sapi selain unggas dan lain sebagainya.
Saya jadi penasaran, dari mana bermula moncong itu berujar soal "satu KK satu ekor sapi"? Dugaan saya pernyataan itu secara spontan saja terucap. Tanpa dikonsep dan dipikir matang. Karena janji ini yang paling dekat dengan urusan perut manusia. Sekadar untuk menciptakan ilusi para pendukung bahwa seekor sapi bisa beranak pinak, dijual, menghasilkan banyak uang, mampu membeli kebutuhan apa saja, dan bisa memesan berpiring-piring rahang tuna di Sarang Tude. Tapi sebelum menikmati rahang tuna ini, ada yang tiba-tiba datang menggampar pipi dengan sendal, kemudian segera tersadar dari halusinasi akibat jamur tahi sapi, lalu tahu bahwa program ini ternyata hanya bisa terwujud di Perkebunan Santibanez.
Di daerah lain masih dalam galaksi Bolmong Raya, kawan-kawan berkisah bahwa pernah ada program-program serupa. Bahkan sudah ada sejak lama, menyoal pengadaan ribuan ekor sapi. Ternyata, yang datang hanya alat suntik dan benih sapi, yang bahkan mereka bingung mau disuntikkan ke induk sapi yang mana. Kabarnya, kepala dinas terkait segera ditanduk dari kursi jabatannya.
"Bure, bule bi' sapi bo popo suntik! (Dasar, ternyata sperma sapi yang mau disuntikkan!)," kata seorang mantan bupati yang cukup dikenal dengan guyonannya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar