Saat berbaring sejenak, untuk menyegarkan sepasang bola mata yang berjam-jam terpakut di layar laptop, tiga broadcast messages (BC) tiba-tiba menyembul di kolom chat BBM saya. Isinya, tulisan Bang KG (sapa saya kepada Katamsi Ginano). Dua buah link tulisan runut di situ: (http://kronikmongondow.blogspot.com/2014/08/sesal-silaturahmi-politik-1.html?m=1) dan yang satunya lagi, (http://kronikmongondow.blogspot.com/2014/08/sesal-silaturahmi-politik-2.html?m=1).
Setelah menekan tombol enter, tulisan yang pertama saya bacai, dari awal paragraf dan seterusnya Bang KG bertutur menyoal silahturahmi. Dari judul tulisan "Sesal Silaturahmi Politik", saya belum menemukan kesesalan apa itu. Hingga paragraf ke-13 saya baru tahu, Bang KG kesal dengan sebuah pintu rumah yang tertutup. Pintu tuan rumah yang mengutus seorang tukang sonsoma kepada Bang KG. Tuan rumah itu adalah Bapak Limi Mokodompit.
Saya sendiri masih mempunyai tali persaudaraan dengan Om Limi (sapa saya kepada Bapak Limi Mokodompit), tapi sangat jarang bersua. Saya baru beberapa kali ke rumahnya. Lebih sering kakak saya, Samsir Galuwo, yang hampir setiap malam ke sana. Tapi saya akan coba bertutur pula akan pengalaman saya saat pertama kali ke rumah itu.
Kala itu, saya diutus untuk mengantarkan undangan duka keluarga. Saya membaca sepintas nama dan alamat yang tercatut di amplop, Limi Mokodompit di Jalan Baru, Gogagoman. Meski sebelumnya saya tidak pernah berkunjung ke rumah Om Limi, namun sudah beberapa kali saya melewati istana megahnya. Bersegera saya menuju rumah itu yang, berada tak jauh dari Klenteng. Sesampainya di sana, gerbang rumah terkunci. Tapi ada sebuah pintu kecil berterali besi menganga bak mulutnya gerbang. Setelah beberapa kali mengucapkan salam, seorang perempuan paruh baya melangkah menuju ke arah saya, lalu mengajak saya masuk.
Rumah itu memang begitu megah dengan pekarangan serupa semesta. Pintu depan rumah itu seingat saya berada di sudut kiri rumah. Jadi yang dimaksudkan Bang KG tertutup itu, pintu utama yang memang jarang dibuka lagi. Seorang ibu mempersilakan saya masuk dan duduk. Saya pun akhirnya tahu kalau ibu itu istrinya Om Limi, sedangkan perempuan yang menyambut saya di depan gerbang tadi seorang pembantu rumah tangga.
Tanpa basa-basi, saya menyampaikan maksud kedatangan yang, hendak mengantarkan undangan. Setelah menyerahkan undangan, saya masih sempat ditawarkan untuk dibuatkan teh. Dengan sopan saya menolak karena terburu-buru untuk mengantarkan undangan lainnya.
Itu pengalaman pertama saya saat mengunjungi rumah Om Limi. Memang sangat berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bang KG di tulisannya. Di samping itu, situasinya pun jelas berbeda. Di saat Bang KG datang menghadiri undangannya Om Limi, jika pintu rumah itu tertutup rapat, mungkin si tuan rumah bermaksud memfokuskan tetamunya untuk reriungan bersama di bawah atap kanopi. Tapi seperti yang saya utarakan, pintu utama yang diperkarakan memang telah dipindah di samping kiri rumah. Lagipula, jika pintu rumah tertutup, bukankan di kanopi berjejer kursi pula. Agar semua terpusat di bawah kanopi. Tak berserakan sana-sini. Dan bisa rembuk, diskusi, dan berbagi. Bukankah itu maksud silahturahmi?
Jika tafsir Bang KG soal pintu tertutup itu berbeda, jelas itu adalah pendapat pribadinya Bang KG. Dan apa pun soal pendapat, setiap insan merdeka untuk berpendapat. Tapi, alangkah lebih baiknya jika kita pun tak boleh luput melihat sisi baik dari seseorang. Lagipula, dari tulisannya Bang KG, yang saya simak dari awal tutur, Bang KG malah berkisah tentang sebuah kesederhanaan dan kesan "mana-mana". Bukankah lebih sederhana kita duduk reriungan di bawah atap kanopi, ketimbang di dalam ruang tamu berpermadani?
Bang KG, asal bo ilimitu' to?
Itu sekadar pendapat pribadi saya menyoal tulisan Bang KG. Iya, tetap merdeka, dan selalu berpikir positif. Merdeka bukan berarti kita meniadakan kebaikan di sana. Dan berpikir positif adalah sebuah kebaikan.
Salam. Lama tak membaca tulisan Bang KG. Meski sudah di senja Idulfitri, saya ucapkan Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Oh, ya... Bang KG, kemarin waktu salaman sama Om Limi, pake kepalan tinju atau jabat tangan? Hehehe...
No comments :
Post a Comment