Menurutku, bukan hanya rasa lapar yang bisa membangkitkan selera makan kita. Tapi faktor cuaca pun cukup punya andil. Cuaca Eropassi (demikian kami memberi julukan untuk desa Passi) adalah salah satu faktor yang menjembatani antara selera dan rasa lapar. Dingin yang terasa menusuk-nusuk membuat pori-pori kulit kita ingin menganga dan menyemburkan keringat. Aku tipe manusia yang jika sedang lahap-lahapnya makan, maka keringat tak akan terbendung. Aku hyperhidrosis disaat sedang menyantap makanan atau sedang gugup. Tapi itu aku imbangi dengan banyak meminum air jika sedang makan. Untuk sepiring dua piring nasi, lima-enam gelas akan tersesap tak tersisa.
Selain rasa lapar, rasa mengantuk kita pun terkadang disebabkan oleh faktor cuaca juga. Tidurku akan lebih lama jika sudah memasuki zona rancid room, "kamar hitam" yang asupan air liur untuk bantal-bantalnya cukup terpenuhi. Kamar ini selalu dingin, ditambah lagi dengan cuaca di sini, maka selimut satu-satunya pembungkus raga akan serupa kepompong dan membebatku selama berjam-jam. Kata 'bangun' melesak jauh dan tertimbun mimpi-mimpi. Untuk sadar kembali, aku butuh rasa lapar itu lagi.
Cuaca, tidur, dan lapar... ketiga-tiganya saling erat mengingat. Bahkan disaat kita merasakan panas yang berlebihan, berkeringat, maka dahaga dan lapar pun akan seketika hadir. Tapi untuk pembangkit selera, terkadang yang kamu butuhkan adalah cuaca dingin, cuaca penghujan, cuaca Eropassi. Untuk cuaca panas dan kita merasakan dahaga, mungkin segelas air akan serupa oase di gurun pasir, tapi untuk cuaca dingin, sepiring atau semangkok makanan hangat yang tersaji, akan seperti seunggun api dalam hutan bersalju. Leherku paling sering berkawan dengan yang hangat, bukan dengan yang dingin. Dan apapun soal makanan hangat, pedas. Maka sebatang rokok adalah puncak kenikmatnya.
Jangan lupa pula dengan hangatnya secangkir kopi di sini. Di cuaca Eropassi, di tambah dengan secangkir kopi Kotamobagu, pun kepulan asap rokok merajawali di udara. Maka entah yang kamu rasakan sedang berada di sorga yang tak ternamai. Sorga yang hanya kamu sendiri pemiliknya, tanpa bidadari, tanpa buah-buahan dan sungai-sungai yang dialiri susu. Hanya hitam air kopi dan sebungkus rokok. Itu sudah lebih dari cukup.
Senang bisa merasakan kembali cuacamu Eropassi. Teringat akan malam-malammu yang selalu kami bikin terbakar. Jalanan aspal yang kembali mendidih tertindih panas kayu bakar dari pagar-pagar. Jagung-jagung, ubi kayu, pula sesisir pisang yang dipanggang di atas bara, yang semuanya hasil panenan semalam dari kebun milik 'kakek' kita. Semua momen itu tak akan pernah terbayarkan. Kenakalan yang meremajakan kekanak-kanakkan kita. Tak perlu beranjak dewasa, karena di sini, di cuaca Eropassi... orang-orang dewasa itu seperti orang-orang tua yang seharusnya menyingkir saat kita sedang berpesta. Mereka bukan penikmat cuacamu. Tapi kamilah pengagum sejatimu. Setia menunggui pagi dengan tawa kami.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments :
Post a Comment