Menjadi orang yang suka dengan kesunyian, malah membuat saya lebih aktif di media sosial. Mungkin benar, orang bisa menjadi dua kepribadian sejak media sosial berkembang pesat. Kau bisa menjadi sanguin di keseharian, tapi di media sosial kau bisa menjadi pendiam. Atau sebaliknya.
Tapi bagi seorang penyendiri, media sosial bukanlah satu-satunya ruang untuk menjadi berbeda. Satu ruang lagi, dan yang ini paling membebaskan adalah: kamar.
Kamar, bagi saya bukan hanya sekotak ruang untuk istirah. Baik itu kamar pribadi di rumah, atau hanya kamar kos, saya bisa menikmati berhari-hari di dalamnya. Yang membedakan antara kamar pribadi dan kos, adalah menjadi produktif dalam menulis. Saya bisa menulis banyak di blog, ketika saya berada di kamar di rumah. Itu satu-satunya ruang yang paling istimewa.
Selain itu, saya menggolongkan diri sebagai tipe penulis yang menjadi produktif ketika mabuk. Disaat mabuk, ada parade ide di dalam pikiran saya. Saya selalu didorong untuk menuliskannya. Sementara ketika sadar, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton. Ide-ide hanya datang sesekali.
Buku, bukan lagi sahabat saya. Kalau diingat, buku terakhir yang saya baca penuh takzim adalah Kisah-Kisah Penculikan karya Gabo. Selain itu, tak ada lagi buku yang membuat saya ingin mengejar halaman demi halaman. Saya sudah mencobanya. Tapi minat membaca saya memang begitu. Hanya ada ketika saya benar-benar menyukai buku itu. Bukan karena banyak orang yang menyukai buku itu, kemudian saya harus membacanya. Ada puluhan buku di kamar yang tiada pernah tersentuh lagi. Sampai akhirnya saya meninggalkannya.
Ada yang saya pelajari dari bermedia sosial. Interaksi. Tak banyak kesamaan interaksi antara pertemuan fisik dengan dunia maya. Karena kita tidak berhadap-hadapan, malah itu membuat kita semakin leluasa. Wajah, tidak lagi menjadi gerbang komunikasi. Atau seperti yang digambarkan Emmanuel Levinas, bahwa wajah adalah sentral bagi eksistensi. Di media sosial, wajah-wajah telah berubah menjadi foto profil, dalam bentuk apa pun itu.
Dan... kamar, bagi saya adalah sebuah wajah besar yang tiada pernah jenuh untuk kita ajak bicara.
No comments :
Post a Comment