Monday, January 7, 2019

Puasa Medsos

No comments


Sewindu yang lalu, saya mulai mengantongi Blackberry Gemini. Aplikasi Blackberry Messenger (BBM), sedang meriuh. Belum lagi aplikasi media sosial (medsos) Facebook.
Seingat saya, akun Facebook pertama saya, dibuatkan seorang teman sekitar tahun 2009. Tidak memakai alamat email. Tapi hanya menggunakan nomor ponsel. Saat itu kami masih sering menghabiskan waktu di warung internet (warnet).

Setelah belajar cara membuat email dan akun Facebook, saya coba membuat sebuah akun untuk pacar saya dengan alamat email yang memakai namanya. Tapi ia akhirnya tidak menggunakan akun itu. Katanya ia baru dibuatkan oleh temannya. Akun tersebut akhirnya saya pakai dengan anonim. Biasanya untuk bermain poker online di warnet.

Zaman terus bergulir. Sampailah ke kiwari, yang medsosnya tak hanya Facebook. Beberapa yang pernah saya gunakan adalah Twitter, Path, dan Instagram. Tapi sejak 2016, saya mulai meninggalkan Path dan Twitter. Sampai akhirnya Path resmi ditutup 2018 kemarin. Sementara Twitter, saya terpaksa membuat akun baru, hanya karena "tengkar" Jerinx S.I.D dan Maderodog. Kebetulan saya sedang suka mendengarkan lagu-lagunya Maderodog. Jadi ingin memindai seperti apa orangnya.

Belakangan, tepatnya pada Minggu malam, 6 Januari 2019 kemarin, saya mulai berpikir untuk puasa Twitter dan Facebook. Bagi saya, dua medsos ini yang paling parah candunya. Arus informasi di kedua medsos ini begitu deras. Saya memilih berhenti sementara. Apalagi hiruk pikuk menjelang pemilihan presiden April nanti.

Saya jadi ingat akun Facebook saya yang satu. Akun yang pernah saya buatkan untuk (mantan) pacar. Sejak putri saya lahir tahun 2011, saya mengubah akun itu menjadi namanya: Sistha Ghasyafani. Foto-foto atau video tentang Sigi saya unggah semuanya di sana. Daftar pertemanan di akun itu, hanya orang di desa saya. Desa Passi.

Saya kemudian mengaktifkan akun itu lagi. Sesekali saya melihat unggahan orang-orang di desa, dan melihat dunia lebih kecil lagi. Rasanya sangat berbeda dengan akun pribadi saya. Di akunnya Sigi, segala kekhasan orang desa tampak. Saya jadi rindu dengan desa.

Tapi, berikutnya ada masalah terkait salah satu game favorit saya: Board Kings, yang ternyata harus terhubung dengan akun pribadi saya. Akhirnya akun yang saya tutup sementara, saya aktifkan lagi hanya agar bisa memainkan game ini. Jadi akun pribadi itu tidak boleh dinonaktifkan. Harus tetap aktif, meski kita bisa keluar dari akun. Jadi, orang-orang yang berkawan di akun pribadi masih bisa melihat beranda saya. Berbeda dengan ketika dinonaktifkan, nama saya hilang dari daftar pertemanan.

Untuk game, saya tinggal memiliki satu game yakni Board Kings. Ini jenis game yang tidak adiktif. Setelah Clash of Clans meredup, saya memang tak ingin lagi kecanduan game. Setop sudah. Sejatinya game untuk membuat kita terhibur ketika mengisi waktu luang. Bukan malah menyita banyak waktu kita.

Semua hal di atas saya lakukan, hanya agar saya bisa jenak istirah dari bisingnya dunia internet. Mengenai digital detox, tentu saja saya yang setiap hari kerjaannya terhubung dengan gawai, tidak mungkin total menghilangkan kecanduan atas ponsel pintar atau laptop. Meski digital detox itu berarti periode waktu ketika seseorang menahan diri, dari menggunakan perangkat elektronik seperti ponsel pintar dan komputer.

Digital detox yang sedang saya jalankan, hanya untuk media sosial saja. Jadi mungkin bisa disebut: detoks medsos. Saat ini, satu-satunya medsos yang tetap saya akses hanya Instagram, karena saya juga menjadi admin akun media online kami: jubi.co.id. Selain itu, di Instagram kita tak menjadi monster yang melahap sedemikian banyak informasi. Kita bisa bersenang-senang dengan diri sendiri, dengan bebas memilih konten apa saja sesuai minat. Alangkah baiknya, jika informasi kita sendiri yang mencari, bukan informasi yang berjujut mendatangi kita. Ini agar kita bisa mengontrol, apa yang layak kita konsumsi sesuai kebutuhan.

Puasa medsos memang sering saya lakoni setiap tahun. Ada bulan-bulan di mana per pekannya, saya coba puasa medsos. Ini baik untuk mengurangi candu. Apalagi untuk orang-orang berkarakter introver seperti saya. Sehari, bahkan sepekan, saya bisa menghabiskan waktu di kamar. Dan saya tetap nyaman dengan keadaan itu. Karena itu juga, waktu berinteraksi saya paling banyak di medsos.

Pernah ketika ingin menamatkan lima buku, saya berpuasa medsos selama sebulan. Caranya, saya tidak mengisi paket data. Kerjaan pun waktu itu kerap saya selesaikan dengan akses internet di kantor. Tapi sekarang, minat membaca saya menurun. Apalagi ketika tidak berada di rumah. Tinggal satu atau dua buku yang selesai dibaca dalam beberapa bulan. Kecuali saya sedang berada di rumah. Ada puluhan buku yang belum saya baca, dan itu bisa selesai satu atau dua buku dalam sebulan. Sekarang, ketika jauh dari rumah, saya lebih banyak menghabiskan waktu menonton film. Sehari, saya bisa menonton tiga film dengan durasi dua jam per film.

Manfaat ketika berpuasa medsos, mulai saya rasakan. Misalnya ketika terbiasa berinteraksi nonfisik, kini saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan sekitar. Misal, pakaian kotor dari sepekan baru dicuci, kini setiap tiga hari sudah masuk ember air. Kemudian menjadi rajin menjemur bantal dan kasur, kamar berdebu segera disapu, dan sampah lebih cepat dibuang. Kita jadi terkoneksi dengan hal-hal di sekitar kita. Khususnya lebih aktif lagi menulis.

Salah satu manfaat lainnya, ya, ini, saya jadi terbiasa menulis lagi di blog, bukan lagi di status Facebook. Sebenarnya untuk bermedsos, saya sudah mengantisipasinya dengan mematikan semua nada pemberitahuan. Ini baik untuk mengurangi candu medsos. Setelah itu, kita bisa mulai meninggalkan satu per satu medsos yang tidak terlalu perlu. Bisa dimulai dari tiga hari atau sepekan. Kemudian berlanjut sebulan, atau mungkin setahun.

Saya mungkin baru akan terkoneksi lagi di Facebook dan Twitter, selesai pemilihan presiden pada April nanti. Urusan Nurhadi Aldo, biarkan saja mereka bergembira dengan itu. Ada hal yang lebih besar lagi yang harus fokus dilaksanakan tahun ini. Yaitu diet plastik, dan mengubah diri ini menjadi naik setingkat dari tahun kemarin.

Daripada kita mencibir orang lain, lebih baik kita mencibir diri sendiri, dengan mengingat apa saja yang belum berhasil kita ubah di tahun kemarin. Tapi ingat, jangan lupa tetap kritis kepada penguasa zalim!

No comments :

Post a Comment