Wednesday, January 1, 2020

Las Vegas di Tanah Melayu

No comments
Perjalanan udara saya dari Jayapura - Jakarta - Kuala Lumpur - Bangkok - Singapura, lanjut berkendara bus menuju Melaka dan kembali ke Kuala Lumpur cukup melelahkan. Saya sempat demam ketika berada di Bangkok.

Ann yang sudah berkali-kali mengunjungi beberapa negara di Asia hanya menertawai saya, sambil berceletuk, "Bagaimana kalau keliling Eropa ya?"

Saya membalasnya, "Eropassi?"

Eropassi adalah penamaan kami untuk tanah lahir: Desa Passi. Karena cuacanya yang mirip Eropa. Kadang-kadang di desa kami bisa turun salju.

Saat kembali ke Kuala Lumpur dari Melaka, kami diajak mengunjungi Genting Highlands (selanjutnya ditulis: GH). Tempat ini adalah surga bagi para penjudi di Asia, kerap disebut pula sebagai Las Vegas di Tanah Melayu.

Saya mendengar saksama ketika Mel--guide kedua kami di Kuala Lumpur setelah Anwar--menjelaskan tentang GH. Mel adalah guide perempuan paling favorit. Ia humoris. Meski ia bertutur dengan bahasa Melayu, kami paham dan tertawa dengan leluconnya. Anwar sebenarnya juga ada sedikit lucu-lucunya yang malah tak disadarinya. Seperti ketika dia mengatakan kepada kami silakan beristirahat di bus selama perjalanan, nanti sampai tujuan akan dia kejutkan (bangunkan).

Dituturkan Mel, GH sebenarnya adalah proyek yang hampir tak mungkin. Bagaimana mungkin bisa membangun sebuah tempat yang bakal dikunjungi banyak orang, apalagi berada di pucuk-pucuk Pegunungan Titiwangsa.

Lokasi GH bisa ditempuh sejam lebih dari Kuala Lumpur. Tempat ini berada di perbatasan negara bagian Pahang dan Selangor. Saat kami menuju ke sana, hari sudah sore. Jadi, kata Mel, kabut sudah mulai meliputi pegunungan. Jika ingin melihat pemandangan dari puncak, memang sebaiknya berangkat pagi.

Saat bus mulai berkelok-kelok menanjak, Mel menunjuk hutan lebat yang sudah berusia ratusan tahun dan dilarang dirusak. Katanya, masih ada suku asli yang berdiam di sana, namanya suku Semang. Suku ini juga suka menghindar jika ada orang lain.

Menarik ketika Mel berkisah tentang Lim Goh Tong, pengusaha kaya raya dari Fujian, China, yang membangun GH pada awal 1960-an. Lim Goh Tong bertemu dengan Sultan Pahang kala itu, lalu menyampaikan niatnya untuk membeli lokasi itu. Sultah Pahang hanya tertawa dan bertanya-tanya apa yang bisa dibuat di atas gunung. Lalu sultan menjual lokasi itu kepada Lim Goh Tong.

Lim Goh Tong sempat berkongsi dengan dua menteri Malaysia. Namun saat proyek dimulai, berjatuhan korban tewas dari para pekerja, yang membuat dua menteri itu menarik modalnya. Lim Goh Tong tetap melanjutkan proyek itu. Usahanya berhasil. Ia menyulap lokasi yang berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut itu, menjadi Skytropolis. Sebuah pusat hiburan dan perbelanjaan yang ramai dikunjungi orang. 

Ada dua rute yang bisa ditempuh menuju ke GH. Darat dan udara. Kereta gantung atau Genting Skyway yang dinaiki menuju GH, saat ini merupakan yang tercepat di dunia dan terpanjang di Asia Tenggara.

Tak puas, Lim Goh Tong kembali memohon kepada Sultan Pahang agar bisa membangun kasino. Permintaannya ditolak. Judi dilarang. Tak kehabisan akal, ia membujuk sultan bahwa dijaminnya tak ada satu pun orang Malaysia bisa masuk ke kasino itu, hanya khusus untuk tamu-tamu dari luar Malaysia. Ia sekali lagi berhasil. Tempat itu menjadi Las Vegas-nya Malaysia. Kasino dioperasikan oleh Resorts World Bhd, anak perusahaan Genting Group atau Genting Bhd. 

Tak hanya itu, dijelaskan Mel, di GH dibangun pula sejumlah hotel di antaranya Hotel Genting, Hotel Highlands, Hotel Resort, Hotel Theme Park, Awana Genting, dan Hotel First World. Hotel yang terakhir disebut ini memiliki 6.118 kamar dan menjadi hotel kedua terbesar di dunia saat ini. Fasilitas lainnya ada theme park, lapangan golf, mal, simulator sky diving, hall konser dan masih banyak lagi.

Ratusan orang mengantre untuk naik kereta gantung menuju ke GH. Jika tiket premium, bisa lurus-lurus saja. Kami sepertinya hampir sejam berjalan mengular seperti game Snake di ponsel Nokia 3310.

Saat sampai di kereta gantung, kami bergegas masuk karena 'karpet terbang' ini hanya berhenti sekitar lima detik, lalu perlahan-lahan bergerak lagi. Tak ada yang bisa kami saksikan saat perjalanan itu. Hanya kabut dan gerimis. Sesekali ada lampu berkedip di tengah kabut pertanda kereta gantung berlawanan arah mendekat. Meski hanya kabut semata, saya menikmatinya. Seperti sedang melakukan perjalanan ke negeri dongeng.

Pada perhentian pertama kami diinstruksikan tidak turun. Di sana ada Kuil Chin Swee dan Masjid Yayasan Mohammad Noah. Jika ingin beribadah bisa turun. Kalau cerah, biasanya lokasi ini bisa disinggahi untuk berfoto-foto. 

Semenit, kereta gantung kembali bergerak. Hanya sekejap, kami sudah di perhentian kedua sekaligus yang terakhir. Saya hanya bisa terkesima. Lim Goh Tong memang gila.

Wahana indoor yang semarak lampu berwarna-warni bertebaran. Langit-langit gedung dipenuhi efek pencahayaan yang mempesona. Seolah-olah gedung itu tak bertembok karena dipenuhi layar LED raksasa beragam rupa. Beberapa di antaranya bertema Natal dan Tahun Baru. Kabarnya, wahana outdoor juga sedang dirancang versi terkini.

Jika ingin ke kasino, harus naik lift lagi. Kasino Genting Highlands menjadi World's Leading Casino Resort in Nov 2005  oleh World Travel Awards. Di pusat perbelanjaannya yang beratap langit, berbagai macam brand fashion ternama berjajar. Namun harganya lebih miring. Karena itu banyak yang datang berbelanja di sini. Orang-orang lalu-lalang di tengah kabut tipis yang turun.

Mel mengatakan Lim Goh Tong berpulang 23 Oktober 2007 pada usia 89. Makam pengusaha yang mengawali kesuksesannya dari tukang kayu itu, berada di kaki bukit yang bisa dilewati saat memasuki area GH. Sampai sekarang hartanya masih diperebutkan anak-anaknya. 

"Jadi orang susah pelik, jadi orang kaya pun pelik," kata Mel yang disusul tawa menebal di dalam bus.

No comments :

Post a Comment