Friday, April 19, 2019

Selamat Jalan Ocien

No comments
Mendiang Ocien kedua dari kiri.
Satu dekade silam, saya diajak seorang kerabat, Wiwi Manoppo, untuk bekerja di sebuah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi, Smartfren, di Manado. Kerabat yang mengajak itu, sudah lebih dulu bekerja di sana.

Kerabat saya bekerja sebagai sales promotion girl (SPG). Sementara kami para pria ditugaskan sebagai direct selling (DS). Tak ada bedanya antara SPG dan DS, kami sama-sama menjual produk Smartfren dari kartu perdana, modem, dan ponsel CDMA. Bisa dibilang, kami juga para model Smartfren karena cakep-cakep.

Kantor kami terletak di salah satu jejeran ruko Bahu Mall. Tepat menghadap pantai dan Pulau Bunaken. Ketika sore, kami kerap berkumpul di depan kantor setelah mengabsen pulang. Kami sering termanjakan matahari terbenam.

Kawan-kawan di Smartfren beragam. Dari yang terajin, sampai yang termalas. Saya, salah satu yang berada di kategori termalas. Beberapa kali jatah penjualan produk saya, malah dibantu para SPG. Selain itu, dibantu pula oleh seorang teman DS, August Laode, yang pernah meraih predikat sebagai sales terbaik kala itu. Jika ingin tanding suara dengan kawan saya ini, maka sebaiknya menyingkirlah. Suaranya setara dengan Judika.

Orang-orang yang bekerja di sini berlatar belakang yang menarik. Pernah suatu hari, produk kami dibantu para SPG hingga terjual cepat. Karena itu, sisa hari sebelum kembali ke kantor untuk mengabsen, kami manfaatkan untuk jalan-jalan. Kami diajak seorang kawan DS, Denny Saluling, ke rumahnya di Tatelu. Katanya untuk bakar-bakar ikan.

Kawan kami itu, tak pernah bercerita tentang latar belakang keluarganya. Sesampainya kami di rumahnya, ia mengajak kami ke kolam ikannya. Di sana, kolam-kolam besar terhampar. Ribuan ikan siap panen menyembulkan bibir di kulit air. Di tengah kolam dibangun sebuah rumah serupa vila. Kedua orangtuanya menetap di sana.

Kami baru sadar, kawan kami ini anak orang yang berkecukupan. Ia punya mobil. Tapi kami heran, kenapa ia mau bekerja sebagai DS seperti kami. Apalagi perjalanan dari rumahnya di Tatelu menuju kantor di Manado sejam lebih. Ia hanya menjawab, "Kalau mencari uang jangan gengsi."

Jujur saja, selain pekerjaan saya sekarang, Smartfren adalah tempat saya pernah bekerja untuk waktu terlama. Setahun lebih. Sementara di perusahaan lainnya, saya tak pernah sampai menyentuh angka setahun.

Fitriyanti Agune Ocien, salah satu SPG yang turut bersama kami ketika pergi bakar-bakar ikan di Tatelu. Ia juga SPG yang banyak membantu saya kala itu. Jika ada beberapa perdana dan ponsel kami belum laku-laku, kadang ia membantu kami. Atau sesekali mentraktir makan. Enaknya para SPG, mereka mengelilingi wilayah yang terjangkau sinyal Smartfren, dengan memakai mobil. Sementara DS menggunakan sepeda motor.

Enaknya lagi, jika para SPG telah selesai menjual produk, mereka sering pergi melepas penat dengan berkaraoke, sembari menunggu kembali ke kantor untuk absen pulang. Dan mereka pasti akan mengabari kami. Jika bos menelepon, kami bergegas ke kamar mandi lalu menerima telepon. Beruntung, kala itu belum ada video call.

Di Smartfren, ada banyak kawan yang datang dan pergi dengan cepat. Saya belajar banyak tentang seleksi alam di sana. Baru ketika bos kami diganti dengan bos baru, kami satu per satu memutuskan resign. Karakter bos baru tidak kami sukai. Ada yang memilih bertahan, tapi tak lama juga akhirnya mereka hengkang.

Kemudian, setelah hampir sepuluh tahun, seorang kawan mantan DS Smartfren, D'jems Alfons, yang rumahnya sering menjadi persinggahan kami untuk tidur, mengabari saya: Osin baru saja berpulang, meninggal karena melahirkan. 

Ah, kawan, kita belum sempat reunian. Bertukar kisah tentang apa yang masing-masing telah kita lewati selama ini. Kini tinggal kebaikanmu yang kerap membayang.

Selamat jalan Ocien. Inalillahi wainailaihi rojiun...

No comments :

Post a Comment