Kita tidak pernah tahu pasti tentang apa yang lampau. Tadi saja kita lupa menyikat gigi, atau lupa telah menginjak rerumputan yang meringis kesakitan. Kita tak akan pernah tahu seberapa banyak, panjang, dan jauh langkah kita. Kita pelupa kronis. Kehidupan seperti dengus hantu, lalu kematian-kematian mulai tampak dahaga. Menyergap tanpa derik dan bayangan. Di dunia ini terlalu banyak kematian yang bengis, amis, dan bacin. Entah yang baik atau jahat. Ia merenggut tanpa permisi. Memagut hidup yang seringkali kita lupa untuk tak mengeluh lagi.
Kita makhluk pelupa. Pernah sekali saja kita memunguti beling. Tapi seringkali kita yang menebar beling itu sendiri. Lalu menginjaknya dengan---mengaduh. Meringis lalu menangis, terhidu amis darah yang bukan dari jerawat pecah. Ini aroma kaca. Kaca yang dipolesi darahmu sendiri. Membenam dalam daging yang kau lupai, menikam kaki. Cabut apa yang tertancap. Lalu berkaca dengan itu. Mungkin saja bayang-bayang masa lalu seliweran di sana. Ratusan prajurit membunuh prajurit. Ratusan rakyat meludahi mayat rakyat. Ratusan prajurit membunuh dan meludahi jenazah-jenazah rakyat. Jangan pura-pura mengiris nadimu dengan apa yang kau lihat. Cukup lidahmu yang kau potong. Biar bungkam abadi. Mata yang berkaca itu. Coba lihat bayanganmu di sana. Bayangan yang bermata, berhidung, bertelinga. Mata yang mau kau tutup dengan tusukan di lambung, di dada, melesak menembus jantung. Tak berbicara dan biru. Sampai fosil-fosil yang menceritakan segalanya. Sejarah seringkali tergali lalu berada di ujung kuas-kuas yang memolesi tulang-belulang. Ada yang bicara di sana.
Sabda Bung Karno: Jas Merah---Jangan Melupakan Sejarah. Karena kita memang makhluk yang perlu diingatkan. Tetang sesuatu yang jauh di sana, terlampaui mani-mani 'pencipta' kita yang memancar belakangan. Kita hadir di sini untuk mengetahui, untuk sekadar melirik ke kanan menarik ingatan kemudian bertanya: di mana kuburan-kuburan mereka yang pantas kita kencingi, dan yang mana pantas kita genangi air mata
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Kita makhluk pelupa. Pernah sekali saja kita memunguti beling. Tapi seringkali kita yang menebar beling itu sendiri. Lalu menginjaknya dengan---mengaduh. Meringis lalu menangis, terhidu amis darah yang bukan dari jerawat pecah. Ini aroma kaca. Kaca yang dipolesi darahmu sendiri. Membenam dalam daging yang kau lupai, menikam kaki. Cabut apa yang tertancap. Lalu berkaca dengan itu. Mungkin saja bayang-bayang masa lalu seliweran di sana. Ratusan prajurit membunuh prajurit. Ratusan rakyat meludahi mayat rakyat. Ratusan prajurit membunuh dan meludahi jenazah-jenazah rakyat. Jangan pura-pura mengiris nadimu dengan apa yang kau lihat. Cukup lidahmu yang kau potong. Biar bungkam abadi. Mata yang berkaca itu. Coba lihat bayanganmu di sana. Bayangan yang bermata, berhidung, bertelinga. Mata yang mau kau tutup dengan tusukan di lambung, di dada, melesak menembus jantung. Tak berbicara dan biru. Sampai fosil-fosil yang menceritakan segalanya. Sejarah seringkali tergali lalu berada di ujung kuas-kuas yang memolesi tulang-belulang. Ada yang bicara di sana.
Sabda Bung Karno: Jas Merah---Jangan Melupakan Sejarah. Karena kita memang makhluk yang perlu diingatkan. Tetang sesuatu yang jauh di sana, terlampaui mani-mani 'pencipta' kita yang memancar belakangan. Kita hadir di sini untuk mengetahui, untuk sekadar melirik ke kanan menarik ingatan kemudian bertanya: di mana kuburan-kuburan mereka yang pantas kita kencingi, dan yang mana pantas kita genangi air mata
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments :
Post a Comment