Sebulan yang lalu, sepulangnya pasutri (yang perempuan keponakanku) dari supermarket terdekat. Suaminya membawa sebuah kandang besi berukuran kecil, 20 X 10 cm. Aku pikir, mereka mau memelihara hamster. Tapi mana hamsternya, tak ada pula roda mini tempat hamster biasanya jogging di dalam kandang itu. Ah, ini perangkap tikus, sadarku.
Memang sekarang di rumah kontrakan, sedang diteror tikus. Tetangga pun semuanya ramai membeli perangkap. Lampu dapur tak boleh mati disaat malam. Suara-suara berisik makin mengusik jika lampu dipadamkan. Dua puluh hari berselang. Tapi belum juga ada yang masuk perangkap. Tikus di sini sudah pintar. Jam terbangnya sudah banyak. Aku sempat terheran-heran kemarin ketika melihat daging ikan mentah di dalam perangkap raib. Dan tak ada makhluk di sana yang cemas terkurung. Hanya semut-semut hitam yang menjilati sisa-sisa ikan berserakan.
Dan tak kalah anehnya lagi. Pintu perangkap itu tak tertutup. Ada seonggok tulang ikan yang mengganjal di sana. Mereka tikus-tikus cerdas, pikirku. Lem tikus pun dibeli si empuh rumah. Setelah perangkap kemarin yang tak efektif. Umpan yang diletakkan di tengah-tengah raib tanpa ada jejak-jejak kaki tikus, dari jarak lantai dan lembar triplek tempat perekat itu disemirkan. Mungkin terlalu bisa dijangkau moncong tikus-tikus itu. Sekali lagi mereka lolos.
Akhirnya solusi dari keponakanku lumayan tak membikin dapur berisik. Dengan tak memadamkan lampu di dapur. Cukup efektif. Meski mereka tetap berkeliaran. Tapi tak seramai malam-malam kemarin. Gelap membuat mereka tabrak sana, tabrak sini. Lalu terang membuat mereka semakin rapi mencuri dan lari. Setidaknya tidur bisa pulas tak terusik.
Tadi siang aku iseng memperhatikan perangkap itu, lalu berpikir, kenapa tikus-tikus ini masuk perangkap lalu bisa keluar dengan leluasa. Selain 'clue' tulang yang mengganjal pintu. Mungkin tikus yang satu tubuhnya dibiarkan tetap mengganjal pintu. Dan tikus yang lainnya lagi dengan leluasa masuk, lalu keluar lagi sambil mengibaskan ekornya dengan langkah angkuh. I'm free. Sialan.
Bagaimana jika umpannya aku letakkan di bawah pintu masuknya. Posisi pintu yang jika terinjak akan membungkuk dan membentuk titian ke bawah, dan pintu perangkap menganga. Kupikir juga tikus ini meski kemarin aku lihat lebih dari seekor, mereka pasti mencuri sendiri-sendiri. Jika sendiri, maka umpannya kuletakkan persis di bawah pintu masuknya, otomatis dia harus melewati titian itu, lalu mencoba meraih umpan. Pintu tertutup.
Sampai malam ini, meski lampu tetap dibiarkan menyala. Ada suara seperti meronta terdengar. Tubuh yang sengaja dihempaskan. Suara itu berasal dari dapur. Beranjak aku ke dapur. Langsung ke tempat perangkap itu dingin mengurung. Ada kilat cahaya mata di sana. Sepasang mata yang cemas. Ah, entah esok mata itu masih akan bersinar. Aku kembali tidur. Dengan kecemasan yang sama.
Memang sekarang di rumah kontrakan, sedang diteror tikus. Tetangga pun semuanya ramai membeli perangkap. Lampu dapur tak boleh mati disaat malam. Suara-suara berisik makin mengusik jika lampu dipadamkan. Dua puluh hari berselang. Tapi belum juga ada yang masuk perangkap. Tikus di sini sudah pintar. Jam terbangnya sudah banyak. Aku sempat terheran-heran kemarin ketika melihat daging ikan mentah di dalam perangkap raib. Dan tak ada makhluk di sana yang cemas terkurung. Hanya semut-semut hitam yang menjilati sisa-sisa ikan berserakan.
Dan tak kalah anehnya lagi. Pintu perangkap itu tak tertutup. Ada seonggok tulang ikan yang mengganjal di sana. Mereka tikus-tikus cerdas, pikirku. Lem tikus pun dibeli si empuh rumah. Setelah perangkap kemarin yang tak efektif. Umpan yang diletakkan di tengah-tengah raib tanpa ada jejak-jejak kaki tikus, dari jarak lantai dan lembar triplek tempat perekat itu disemirkan. Mungkin terlalu bisa dijangkau moncong tikus-tikus itu. Sekali lagi mereka lolos.
Akhirnya solusi dari keponakanku lumayan tak membikin dapur berisik. Dengan tak memadamkan lampu di dapur. Cukup efektif. Meski mereka tetap berkeliaran. Tapi tak seramai malam-malam kemarin. Gelap membuat mereka tabrak sana, tabrak sini. Lalu terang membuat mereka semakin rapi mencuri dan lari. Setidaknya tidur bisa pulas tak terusik.
Tadi siang aku iseng memperhatikan perangkap itu, lalu berpikir, kenapa tikus-tikus ini masuk perangkap lalu bisa keluar dengan leluasa. Selain 'clue' tulang yang mengganjal pintu. Mungkin tikus yang satu tubuhnya dibiarkan tetap mengganjal pintu. Dan tikus yang lainnya lagi dengan leluasa masuk, lalu keluar lagi sambil mengibaskan ekornya dengan langkah angkuh. I'm free. Sialan.
Bagaimana jika umpannya aku letakkan di bawah pintu masuknya. Posisi pintu yang jika terinjak akan membungkuk dan membentuk titian ke bawah, dan pintu perangkap menganga. Kupikir juga tikus ini meski kemarin aku lihat lebih dari seekor, mereka pasti mencuri sendiri-sendiri. Jika sendiri, maka umpannya kuletakkan persis di bawah pintu masuknya, otomatis dia harus melewati titian itu, lalu mencoba meraih umpan. Pintu tertutup.
Sampai malam ini, meski lampu tetap dibiarkan menyala. Ada suara seperti meronta terdengar. Tubuh yang sengaja dihempaskan. Suara itu berasal dari dapur. Beranjak aku ke dapur. Langsung ke tempat perangkap itu dingin mengurung. Ada kilat cahaya mata di sana. Sepasang mata yang cemas. Ah, entah esok mata itu masih akan bersinar. Aku kembali tidur. Dengan kecemasan yang sama.
No comments :
Post a Comment