Aku menulis hanya ingin sekadar berbagi dengan diriku sendiri. Membaca kembali apa yang tersirat dari fikirku. Menelaah kisi-kisi hidupku sendiri. Mencoba berkaca dari sekumpulan kepingan dua puluh enam abjad huruf. Bercerita sederhana tentangku, tentang mereka, pula tentang hal yang absurd.
Sebenarnya apa yang berharga selain diri kita sendiri. Segala sesuatu menjadi berharga karena kita sendiri yang memberi nilai tersebut. Bahkan ada banyak di luar sana yang tak ternilai. Meski dengan angka-angka nominal berjuta berjejer saling memapah. Pun ke dua puluh enam abjad huruf tadi tak mampu meringkus. Terlalu banyak yang masih tanggung. Masih bersembunyi di lereng-lereng sel syaraf. Dan hanya butuh kepasrahan nantinya. Ia masih tak ingin diketahui.
Terlalu banyak yang belum kita kenal dan terlalu sedikit yang kita tahu. Menimba terus dari mata air yang entah berlubang berapa. Yang darinya mengucur deras segala pertanyaan-pertanyaan. Entah nantinya terjawab sudah setelah kita ikut terseret di pusarannya. Lalu tenggelam tersedak pertanyaan-pertanyaan kita sendiri.
Pagi ini pun masih menyisakan hal-hal yang menggantung. Sekumpulan awan berarak-arak di atas sana. Langit membiru. Burung-burung yang berkawan dengan angin. Dan tiga kuntum bunga kemboja jatuh seperti buah apel menimpuk kepalanya Isaac Newton. Membuat kita berpikir untuk sesuatu hal yang baru. Menegur kita bahwa segalanya pantas dipertanyakan. Kita dikelilingi rupa-rupa yang tak kita kenal. Mereka menyimpan sebuah misteri dari kita. Bahkan dari mereka itu sendiri. Banyak yang terserak. Membungkuklah dan mulai memunguti. Lalu menyisipkannya di telinga kita. Aromanya pun mulai tercium. Aroma yang tak bisa kita bayangkan untuk kedua kalinya lagi. Kemboja ini berbisik padaku, "Selamat pagi."
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments :
Post a Comment